Total Tayangan Halaman

Selasa, 14 Mei 2013

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKSITIS


A.      Pengertian
Appendiksitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).

B.       Anatomi dan fisiologi
Saluran pencernaan berfungsi sebagai penerima makanan dan mempersiapkan untuk diasimilasi oleh tubuh . Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, faring, oesofagus, lambung, dan usus halus yang terdiri dari duedonum, yeyunum dan ileum, usus besar : seikum, appendiks, colon desenden , colon tranversum, colon sigmoid, rectum, anus .
1.      Anatomi Apendiks
Merupakan organ berbentuk tabing , panjang kurang lebih 10 cm dan berpangkal diseikum lumennya sempit dibagian proximal dan melebar dibagian distal apendiks dilapisi oleh lapisan sub mukosa yang mengandung banyak jaringan limfe .
Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikular . Pada posisinya yang normal apendiks terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney.
2.      Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke seikum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
Immunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT ( Gut Associated Lymphoid Tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks , ialah IgA immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

C.      Etiologi
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
  1. Hiperplasia dari folikel limfoid
  2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
  3. Tumor appendiks
  4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
  5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

D.      Pathofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut appendiksitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengandaya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

E.       Tanda dan Gejala
Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

F.       Komplikasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.




G.      Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
1.      Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
2.      Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3.      Pemeriksaan laboratorium
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4.      Pemeriksaan radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

H.      Penatalaksanaan Medik
Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut kanan bawah.
  1. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan
  2. Tindakan operatif ; appendiktomi
  3. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

I.         Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas
Penyakit ini dapat menyerang semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan, dan semua umur tetapi yang tersering menyerang laki – laki berumur antara 10 sampai 30 tahun.
b.      Keluhan Utama
Nyeri
c.       Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri pada perut kanan bawah, nyeri seperti teriris, kualitas nyeri intermitten.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Cadangan karsinoma dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya apendiksitis, klien menderita hipertensi ataupun militus dapat mengalami keterlambatan penyembuhan luka post apendiktomy.
e.       Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah klien mempunyai penyakit diabetes militus dan hipertensi.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Sirkulasi : adanya takikardi (Nadi > 100 x/menit)
b.      Filminasi : konstipasi radang diare, perut kembung, bising usus berkurang/ tidak ada, distansi abdomen, nyeri tekan kekakuan.
c.       Nutrisi : mual muntah
d.      Kenyamanan : nyeri didaerah abdomen, epigastrion dan umbilikalis.
e.       Panas : panas
f.       Pernafasan : tacypnea, pernafasan dangkal.
3.      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Terjadi
a.      Nyeri berhubungan dengan faktor pembedahan.
b.     Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan faktor pembedahan.
c.      Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan faktor keterbatasan mobilitas skunder terhadap pembedahan.
d.     Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti nel kateter dan lain – lain.
4.      Intervensi Keperawatan
a.       Diagnosa Keperawatan I
Tujuan : Nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1)      Pantau : tensi, nadi dan pernafasan setiap 4 jam, intensitas nyeri, tingkat kesadaran.
R/ Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2)      Berikan obat analgesik
R/  Klien yang dapat menilai intensitas nyeri, sebab nyeri adalah pengalaman yang subjektif. Analgesik yang kuat diperlukan untuk nyeri lebih hebat.
3)      Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman.
R/  Mengurangi penekanan dan mencegah otot – otot tegang, membantu menurunkan rasa tidak nyaman.
4)      Berikan istirahat sampai nyeri hilang.
R/  Istirahat memerlukan pengeluaran energi, vasokonstriksi perifer terjadi nyeri yang hebat.
5)      Jika diresepkan analgesik IV, aturlah analgesik secara rutin selama 24 jam pertama, tidak menunggu pasien memintanya.
R/  Mempertahankan kadar gula darah yang konsisten dari analgesik merupakan pengendali yang baik.
b.      Diagnosa Perawatan 2
Tujuan : Infeksi dapat dicegah
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuh luka dengan benar, bebas tanpa infeksi.
Intervensi  :
1)      Pantau : suhu badan tiap 4 jam, keadaan luka ketika melakukan perawatan luka. Hasil laporan JDL terutama jumlah leukosit (SDP).
R/  Mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2)      Jika suhu meningkat hingga 368 C selama 48 jam, mulailah memperhatikan paru – paru tiap jam dan menambah intake cairan melalui mulut, jika tidak ada kontra indikasi, beritahu dokter jika suhu diatas  368 C.
R/  Suhu diatas normal dalam waktu 8 jam pertama mengidentifikasi atelektasis, oleh karenanya setiap hari ke-5 pasca operasi meningkatkan infeksi luka atau infeksi lain.
3)      Ganti verban sesuai aturan dengan menggunakan teknik aseptik.
R/  Verban yang lembab merupakan media klultur untuk pertumbuhan bakteri dengan mengikuti teknik aseptik akan mengurangi resiko kontaminasi.
4)      Berikan antiseptik yang ditentukan jika terdapat demam.
R/  Antiseptik memperbaiki termotik dalam otak untuk mengatasi semua.
c.       Diagnosa Keperawatan 3
Tujuan : Klien dapat melakukan personal hygiene.
Kriteria hasil   : Mampu melaksanakan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Intervensi :
1)      Tentukan aktivitas bantuan yang diperlukan, berikan bantuan dengan aktivitas kerja sehari – hari sesuai keperluan membiarkan klien sebanyak mungkin untuk dirinya.
R/  Mendorong kemandirian klien untuk melaksanakan aktivitas.
2)      Berikan waktu yang cukup bagi klien utnuk melaksanakan aktivitas..
R/  Membebani klien dengan aktivitas menyebabkan frustasi.
3)      Menaruh bel ditempat yang mudah dijangkau.
R/  Memberikan rasa nyaman pada waktu klien membutuhkan petugas.
d.      Diagnosa Keperawatan 4
Tujuan : Volume cairan seimbang
Kriteria hasil : Mendemonstrasi keseimbangan cairan adekuat ditunjukkan dengan adanya tanda – tanda vital stabil.
Intervensi :
1)      Ukur dan catat pengeluaran dan masukan (termasuk pengeluaran dan masukan, termasuk pengeluaran gastrointestinal kaji ulang catatan intra koperasi).
R/  Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan / kebutuhan penggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2)      Kaji pengeluaran uvinaris, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan..
R/  Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada sistem genitovinarius dan atau struktur yang berdekatan.
3)      Pantau tanda – tanda vital
R/  Hipotensi, tachicardi, peningkatan pernafasan, mengindikasikan, kekurangan cairan.
4)      Kolaborasi
R/  gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan, catat waktu penggantian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misal ketidak seimbangan elektrolit, dehidrasi, pingsan, kardiovaskuler.
5)      Pasang kateter uvinarius dengan atau uvimeter sesuai kebutuhan.
R/  Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran vinarius secara akurat.
6)      Berikan kembali pemasukan oval secara berangsur – angsur sesuai petunjuk.
R/  Pemasukan oval tergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.

DAFTAR PUSTAKA
Bruner dan Suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, EGC, Jakarta.

Carpenito,LJ, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.

Cecily L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC, Jakarta.

Irga. 2007. Appendicitis Akut. www.irwanashari.blogspot.com.

Markum. A.H.1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta.

McCloskey J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby, St. Louis.

Nanda, 2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002, Philadelphia.
Potter & Perry, 1999, Fundamental of Nursing ke Depan, EGC, Jakarta.

Price & Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth. EGC; Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar