Total Tayangan Halaman

Selasa, 14 Mei 2013

LP TB Paru


A.    Konsep Medis
1.      Anatomi Fisiologi
a.       Anatomi Paru
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu digfrahma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk melalui trakea (inspirasi), karena penurunan tekanan di dalam dan mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diagfrahma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi: fase ekspirasi normalnya positif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.

Pleura. Bagian terluar dari paru-paru, dikelilingi oleh membran halus, licin yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diagfrahma. Pleura parietalis melapisi tiraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduannya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobu-lobus. Paru kiri atas lobus bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.
Bronkus dan bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus segmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilagi dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada rekoil elastik otot polos sekelilingnya dan pada tekanan alveolar. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekital 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.
Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapang tenis).
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (misal : lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
(Brunner & Suddarth, EGC : 2002)
b.      Fisiologi
Transpor Oksigen. Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel melalui sirkulasi darah. Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler, yang berdinding tipis sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon dioksida dengan mudah. Oksigen berdifusi dari kapiler, menembus dinding kapiler ke cairan interstisial dan kemudian melalui membran sel-sel ke jaringan, tempat dimana oksigen dapat digunakan oleh mitokondria untuk pernafasan selular. Gerakan karbon dioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut dengan arah yang berlawanan dari sel ke dalam darah.
Pertukaran Gas. Setelah pertukaran kapiler jaringan ini, darah memasuki vena sistemik (dimana disebut darah vena) dan mengalir ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah di dalam kapiler paru-paru lebih rendah dibanding dengan konsentrasi dalam kantung udara paru, yang disebut alveoli. Sebagai akibat gradien konsentrasi ini, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Karbon dioksida yang mempunyai konsentrasi dalam darah lebih tinggi dari dalam alveoli, berdifusi dari dalam alveoli. Gerakan udara ke dan keluar jalan nafas (ventilasi) secara kontinue memurnikan oksigen dan membuang karbon dioksida dari jalan dalam paru. Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dan antara darah dengan sel-sel tubuh ini disebut respirasi. (Brunner & Suddarth, EGC : 2002).

2.      Definisi
Tuberculosis adalah penyakit yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Irman Somantri, 2007). Tuberculosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arif Mansjoer 2001).
Menurut Nethna. M Sandra (2001) Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui nuklei droplet lewat udara.
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson, 2006).
TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. ( Irman Somantri, 2009).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi akibat mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat bervariasi. (Junaidi, Iskandar, 2010)

3.      Etiologi
Penyebab Tuberculosis (TBC) adalah mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman mycobacterium Tuberculosis complex  diantaranya : M. Tuberculosis, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M. Bovis  (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
Sifat kuman TBC adalah aerob yaitu lebih mengenai hidup pada jaringan yang tinggi kadar O2 dan juga bersifat dormant di dalam sel yaitu basil tidak aktif tetapi keluar dari sel maka basil akan berkembangbiak. Pada penderita akan mengalami kekambuhan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi TBC, yaitu keganasan basil TBC. Jumlah basil cukup banyak, adanya sumber penularan, daya tahan tubuh yang menurun yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keturunan, usia, nutrisi yang kurang.

4.      Patofisiologi
 























5.      Klasifikasi
Pembagian tuberculosis (TB) paru dari sistem lama diketahui beberapa klasipikasi seperti :
a.       Pembagian secara patologis
1)      Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2)      Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)
b.      Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan quessent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
c.       Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1)      Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2)      Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satuan bagian paru. Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
3)      Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Sociaty memberikan klarifikasi baru yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat :
a.       Kategori 0 : tidak pernah terpasan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes tuberkulin negatif.
b.      Ketegori I : terpasan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini riwayat hontak positif, tes tuberkulin negatif.
c.       Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberkulin positif, radiologis dan sputum negatif.
d.      Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis :
a.       Tuberculosis Paru
b.      Bekas Tuberculosis Paru
c.       Tuberculosis Paru tersangka, yang terbagi dalam :
-          Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi tanda-tanda lain positif.
-          Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini seputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
WHO 1991 berdasarkan terapi membati TB dalam 4 kategori yakni :
Kategori I, ditujukan terhadap :
a.       Kasus baru dengan sputum positif
b.      Kasus baru dengan bentuk TB berat
Kategori II, ditujukan terhadap :
a.       Kasus kambuh
b.      Kasus gagal dengan sputum BTA positif
Kategori III, ditujukan terhadap :
a.       Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
b.      Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
Kategori VI, ditujukan terhadap : TB kronik.
(ilmu penyakit dalam, 2006).

6.      Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Pada stadium dini penyakit tuberkulosis biasanya tidak tampak adanya tanda atau gejala yang khas. Tuberkulosis dapat didiagnosis hanya dengan tes tuberkullin, pemeriksaan radiogram dan pemeriksaan bakteriologik. Menurut CDC (Centers for Disease Control), suatu kasus tuberkulosis dapat dipastikan bila organisme mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi. Jika bakteri tidak diperoleh, maka laporan kasus tuberculosis dianggap benar bila hal-hal berikut ini dapat ditemukan :
a.       Prosedur diagnostik sudah dilakukan dengan lengkap.
b.      Bukti adanya infeksi tuberkulosis (seperti tes tuberkulin positif).
c.       Radiogram dada dengan hasil abnormal (tidak stabil, dapat memburuk atau membaik) dan atau bukti klinis akan adanya penyakit ini, dan
d.      Keputusan yang memberikan satu paket terapi yang lengkap dengan dua atau lebih obat antituberkulosis.
Dengan berjalannya penyakit dan semakin banyaknya destruksi jaringan paru-paru, produksi sputum semakin banyak dan batuk-batuk dapat menjadi semakin berat. Biasanya tidak ada gajala nyeri dada dan batuk darah biasanya hanya dikaitkan dengan kasus-kasus yang sudah lanjut. Beberapa penderita mengalami batuk produktif, keletihan lemah, keringat pada malam hari dan berat badan menurun mirip dengan tanda dan gejalan bronkhitis akut dan pneumonia (Prince.A.Sylvia, 1995).

7.      Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a.       Komplikasi dini
1)      Pleuritis
2)      Efusi pleura
3)      Empierna
4)      Laringitis
5)      Menjalar ke organ lain ® usus
6)      Poncet’s arthropathy
b.      Komplikasi lanjut
1)      Obstruksi jalan nafas ® SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis)
2)      Kerusakan parenkim berat ® SPOT / Fibrosis paru, kor pulmonal
3)      Amilioidosis
4)      Karsinoma paru
5)      Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Arsil Bahar, 2001).





8.      Manajemen Medik
Tabel 2.1
Dosis Obat Antituberkulosis
Obat
Dosis

Setiap hari
Dua kali/minggu
Tiga kali/minggu
Isoniazid
5mg/kg
15 mg/kg
15 mg/kg





Maksimal 300 mg
Maksimal 900 mg
Maksimal 900 mg




Rifampisin
10 mg/kg
10 mg/kg
10 mg/kg





Maksimal 600 mg
Maksimal 600 mg
Maksimal 600 mg




Pirazinamid
15- 30 mg/kg
50-70 mg/kg
50-70 mg/kg





Maksimal 2 gram
Maksimal 4 gram
Maksimal 3 gram




Etambutol
15- 30 mg/kg
50 mg/kg
25-30 mg/kg





Maksimal 2,5 gram






Streptomisin  
15 mg/kg
25-30  mg/kg
25-30 mg/kg





Maksimal 1 gram
Maksimal 1,5 gram
Maksimal 1 gram
(Arif Mansjoer, 2001)

9.      Pemeriksaan penunjang
a.       Uji Tuberkulin
b.      Pemeriksaan Radiologi
c.       Pemeriksaan Bakteriologis
d.      Pemeriksaan Patologi Anatomi
e.       Uji BCG
(Asril Bahar, 2001).

10.  Dampak Penyakit Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
a.       Kebutuhan oksigen
Dengan adanya kerusakan jaringan pada daerah paru oleh bakteri mycobacterium tuberculosis maka difusi gas di alveoli akan terganggu. Selain itu juga sekret menumpuk di saluran nafas sehingga asupan oksigen dan pengeluaran karbondioksida tidak efektif. Karena kurang efektifnya jalan nafas tersebut maka kebutuhan oksigen kurang adekuat. Sebagai kompensasi tidak adekuatnya suplai oksigen, maka terjadi peningkatan frekuensi pernafasan sehingga klien mengeluh sesak.
b.      Rasa nyaman
Akumulasi sekret kental dan menetap menimbulkan rasa tidak nyaman pada klien.
c.       Pemenuhan nutrisi
Kebanyakan klien dengan tuberkulosis paru akan mengalami kesulitan makan karena adanya proses peradangan pada jaringan paru sehingga sulit untuk menelan. Adakalanya, saluran antara oesophagus dan bronchi menjadi tidak normal (fistula), menyebabkan batuk parah selama menelan sehingga makanan dan minuman masuk ke dalam paru-paru. Apabila transpor oksigen dan nutrisi ke jaringan otak berkurang maka akan merangsang pusat vomiting center yang akan menyebabkan mual dan muntah sehingga intake nutrisi berkurang.
d.      Aktivitas
Klien dengan tuberculosis paru akan mengalami sesak nafas dan intake nutrisi yang tidak adekuat akan menyebabkan pembentukan energi menurun sehingga klien mengalami kelemahan fisik secara menyeluruh yang akhirnya klien tidak dapat melakukan aktivitas secara penuh.
e.       Istirahat Tidur
Proses peradangan akan meningkatkan rangsangan cilia sehingga akan merangsang refleks batuk. Dengan adanya batuk produktif maka keadaan tersebut akan merangsang susunan saraf simpatis untuk mengaktivasi RAS dan mengaktifkan ke organ tubuh menyebabkan REM menurun sehingga klien akan selalu terjaga.


f.       Psikologis
Apabila klien tidak mengetahui tentang penyakit progonis penyakit, maka akan meningkatkan kecemasan pada klien atau keluarga.
(Doenges, M, E, EGC, 2000).

B.     Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Kasus TB Paru
1.      Pengkajian
Dari hasil pengkajian pada klien TB Paru biasanya didapat data-data sebagai berikut :
a.       Pengumpulan Data
1)      Data Biografi Klien
Yang perlu dikaji adalah : nama, usia, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat dan tanggal masuk rumah sakit.
2)      Data Biografi Penanggung Jawab
Yang perlu dikaji adalah : nama, usia, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat dan hubungan dengan klien.
b.      Riwayat Kesehatan
1)      Keluhan utama : keluhan utama adalah keluhan yang paling menonjol yang dirasakan klien saat dikaji yaitu : adanya batuk pilek yang lama (≤ 4 minggu), terasa sesak waktu bernafas.
2)      Riwayat kesehatan sekarang menjabarkan kejadian sampai terjadinya penyakit saat ini yang menyebabkan klien mencari pertolongan. Merupakan penjabaran dari keluhan utama yang dirasakan saat dikaji dengan menggunakan PQRST.
3)      Riwayat kesehatan dahulu adanya batuk pilek yang mungkin berhubungan dengan penyakit sekarang atau klien pernah mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang sekarang.
4)      Riwayat kesehatan keluarga apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien atau penyakit yang diturunkan atau penyakit menular.
5)      Riwayat kesehatan lingkungan ventilasi ruamah kurang, lingkungan yang kotor dan berdebu dapat terhirup dan dapat menimbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan atau TB Paru.
6)      Riwayat psikologi dikaji keadaan emosi dan respon keluarga dalam menghadapi penyakit tuberculosis Paru yang sedang diderita anaknya.
7)      Riwayat sosial dikaji tentang pola hidup, kebiasaan dan pola interaksi dengan orang lain di lingkungan sekitarnya.
8)      Pola kebiasaan sehari-hari pola makan dan minum, pola tidur dan istirahat, aktivitas atau bermain dan pola eliminasi.

2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
a.       Penampilan      : Pada dasarnya pasien lemah
b.      Kesadaran       : Composmetis, kemungkinan ditemukan adanya penularan kesadaran.
c.       Tanda-tanda vital        : pada kasus tuberculosis paru memungkinkan terjadinya peningkatan suhu tubuh, respirasi dan denyut nadi.
b.      Data Biologis
Ada empat teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu mencakup inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi untuk mendapatkan data objektif.
a.       Sistem pernafasan
Pernapasan cepat dan dangkal disrtai pernapasan cuping hidung, ada sianosis sekitar hidung dan mulut, ada pemeriksaan adanya retraksi dinding dada, pada auskultasi terdengar suara napas ronchi basah atau kering, batuk berdahak, darah.
b.      Sistem Kardiovaskuler
Kemungkinan terjadi hiper atau hipotensi, sianosis, clubing finger dan takikardi.


c.       Sistem Gastrointestinal
Kemungkinan adanya mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan karena adanya peningkatan metabolisme tubuh dari proses peradangan. Adanya sputum di jalan nafas akan terasa bau dan tidak enak sehingga nafsu makan menurun.
d.      Sistem Genitourinaria
Selama fungsi ginjal masih bagus kemungkinan kelainan sangat kecil dan diare terus menerus sehingga urine dapat berkurang.
e.       Sistem Muskuloskeletal
Kemungkinan dijumpai adanya kehilangan masa otot, pergerakan otot lemah, keletihan dan kelelahan.
f.       Sistem Integumen
Dapat dikaji adanya sianosis bagian ujung ekstremitas perifer seperti ujung jari, tangan dan kaki atau membran mukosa sianosis, juga adanya peningkatan suhu tubuh, keringat dingin pada malam hari.
g.      Sistem endokrin
Menjelaskan mengenai keadaan kulit meliputi warna, tekstur, turgor dan keadaan kulit, tekstur dan bentuk rambut, keadaan wajah pucat atau tidak.
h.      Sistem Neurologis
Tuberculosis paru bisa dikompilasikan ke otak (meningens) apabila pengobatan tidak teratur atau tidak tuntas.
c.       Pemeriksaan penunjang / Diagnostik
1)      Hasil labolatorium darah : gambaran darah tepi menunjukkan adanya leukositosis, laju endap darah meningkat. Pemeriksaan bakteriologi : ditemukannya basil tuberculosis akan memastikan diagnosis tuberculosis, tetapi walaupun tidak diketemukan bukan berarti tidak menderita tuberculosis paru. Bahan yang digunakan :
a)      Bilasan lambung
b)      Sekret bronchus
c)      Sputum
d)     Cairan pleura
2)      Hasil foto thorax terdapat pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat.

3.      Diagnosa Keperawatan
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan nafas.
b.      Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan iskemik jaringan paru.
c.       Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan radang kronis.
d.      Anemia berhubungan dengan erosi pembuluh darah
e.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
f.       Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan baksil menyebar melalui udara
(Doenges, M, E, EGC : 2000).

4.      Rencana Keperawatan
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan dan pengentalan sekret pada jalan nafas.
1)      Tujuan : Jalan nafas menjadi efektif.
2)      Kriteria hasil :
-          Bunyi napas bersih
-          Tidak ada dispneu
-          Tidak ada sianosis
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Kaji fungsi : bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman serta penggunaan otot aksesoris.
1.     Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi mengi menunjukan akumulasi sekret, ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas dapat menimbulkan penggunaan obat aksesori pernapasan.
2.     Berikan pasien posisi semi fowler.
2.     Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan penurunan upaya pernapasan.
3.     Bersihkan sekret dari trochea penghisapan sesuai keperluan.
3.     Mencegah obstraksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret
4.     Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontradiksi
4.     Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah di keluarkan.
5.     Koaborasi. Lembabkan udara/oksigen inspirasi
5.     Mencegah pengeringan membran mukosa : membantu pengenceran sekret.

b.      Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan iskemik jaringan paru
1)      Tujuan : Rasa nyaman teratasi atau hilang
2)      Kriteria hasil :
-          Wajah klien tidak tampak kesakitan / ekspresi wajah tenang
-          Klien tidak gelisah
-          Pernafasan normal
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Kaji skala nyeri
1.     Untuk mengetahui dan berat / ringannya nyeri.
2.     Atur posisi semi fowler / duduk di ganjal
2.     Meminimalkan ekspansi paru dan penurunan upaya pernapasan
3.     Pantau TTV
3.     Perubahan frekuensi jantung menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan TTV telah terliha.
4.     Tentukan karakteristik nyeri
4.     Nyeri dada : biasanya ada dalam beberapa derajat pada TBC juga dapat timbul komplikasi meningitis TB jika pengobatan yang tidak teratur.
5.     Anjurkan teknik nafas dalam
5.     Untuk mengurangi rasa nyeri
6.     Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan tenang
6.     Mengurangi stimulus nyeri pada klien
7.     Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk
7.     Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara kefektifan supaya batuk.
8.     Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antitusif seesuai indikasi
8.     Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif / proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

c.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kesulitan untuk menghisap akibat sesak.
1)      Tujuan : Nutrisi terpenuhi
2)      Kriteria hasil :
-          Berat badan meningkat
-          Makan atau minum masuk
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Kaji reflek isap klien
1.     Bila reflek isap + berarti klien dapat menelan dengan baik
2.     Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik
2.     Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan
3.     Atur posisi tidur klien dengan kepala lebih tinggi tiap mau makan
3.     Untuk menurunkan resiko aspirasi
4.     Anjurkan kelurarga untuk menghindai penggunaan sedotan
4.     Penggunaan sedotan mempercepat waktu transit dan menghambat resiko aspirasi
5.     Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan
5.     Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah
6.     Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat
6.     Memaksimalkan masukan nutrisi, kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi goster.
7.     Kolaborasi
8.     Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
7.     Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet

d.      Anemia berhubungan dengan erosi pembuluh darah
1)      Tujuan : Anemia tidak terjadi
2)      Kriteria :
-          Klien tidak lemah
-          Batuk tidak mengeluarkan dahak darah
-          Klien tidak pucat
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Observasi TTV, kaji pengisian kapiler, warna kulit : membran mukosa, dasar uku.
1.     Memberikan informasi tentang derajat keadaan kekuatan perposi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
2.     Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
2.     Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
Catatan : kontradiksi bila ada hipotensi
3.     Awasi upaya pernafasan : auskultasi bunyi nafas, perhatikan bunyi edventius
3.     Dispnea, gemerincik menunjukkan gejala karena regangan jantung lama / peningkatan konpensasi curah jantung
4.     Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangsang, agitsi, gangguan memori, bingung
4.     Dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia / defisiensi Vit-B12
5.     Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan
5.     Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi periper. Kenyamanan pasien / kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebih pencetus vasodilatasi (penurunan perpusi organ).
6.     Kolaborasi dalam pemeriksaan lab:Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA
6.     Menidentifikasi dan kebutuhan pengobatan / respons terhadap terapi
7.     Berikan SDM darah lengkap / packed, produk darah sesuai indikasi, awasi ketat untuk komplikasi transpusi
7.     Meningkatkan jumlah sel pembawa mokosa oksigen : memperbaiki definisi untuk menurunkan resiko pendarahan.
8.     Berikan oksigen sesuai indikasi
8.     Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan

e.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
1)      Tujuan : Personal hygiene tidak terjadi
2)      Kriteria :
-          Klien tidak lemah
-          Rambut dan kuku tidka kotor
-          Klien tidak bedrest lagi
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
1.     Membantu dalam mengantisipasi /  perencanaan pemenuhan kebutuhan secara individual.
2.     Hindari pasien melakukan sesuatu sendiri, tapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
2.     Bantuan yang diberikan sangat bermanfaat bagi klien untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
3.     Gunakan alat bantu untuk klien
3.     Pasien dapat menangani diri sendiri, meningkatkan kemandirian dan harga diri
4.     Kaji kemampuan klien dalam melakukan tingkatan aktivitas ringan seprti kekamar mandi sendiri
4.     Mengkaji perkembangan program latihan mandiri

f.       Resiko tinggi penularan penyakit berhubungan dengan baksil menyebar melalui udara
1)      Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi terhadap lingkungan sekitar
2)      Kriteria :
-          Klien jadi tahu cara pencegahan penularan penyakit TB
-          Alat makan dan minum klien terpisah dengan keluarga yang lain
-          Keluarga memakai masker saat kontak dengan  klien
INTERVENSI
RASIONAL
1.     Jaga kondisi kebersihan lingkungan sekitar
1.     Agar mengurangi tingkat penyebaran infeksi
2.     Anjurkan klien untuk membuang sputum sembarangan, buat tempat khusus untuk alat-alat yang dipakai klien
2.     Agar tidak terjadi penyebaran infekti klien dari sputum yang dibuang sembarangan
3.     Awasi suhu ruangan sesuai indikasi
3.     Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut
4.     Kaji patologi penyakit : (akut/fase tak aktif deseminasi infeksi melalui bronchus untuk membatasi jaringan/ melalui aliran darah/sistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa & bernyanyi
4.     Membantu pasien untuk menyadari / menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan transmisi membantu pasien /orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.
5.     Identifikasi beresiko
5.     Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran terjadinya infeksi
6.     Anjurkan klien jika batuk/bersin menutupnya dengan tisu, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat
6.     Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
7.     Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
7.     Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemotherapi awal, therafi pada adanya rongga / penyakit luas sedang, resiko, penyebab infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8.     Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya therafi
8.     Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan obat dan respon klien terhadap therafi.
9.     Dorong /  memilih mencerna makanan seimbang berikan makanan sedikit tapi sering / dalam jumlah besar tapi makanan yang tepat
9.     Adanya anoreksia dan atau mal nutrisi sebelumnya, merendahkan pertahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.
10. Kolaborasi dalam memberikan agen anti infeksi sesuai indikasi, seperti : (isonlazid : INH) etambutal (mymbutol), rifampin (RMP/ripadin).
10. Kombinasi agen anti infeksi digunakan conth : 2 obat primer tambah 1 obat sekunder. INH biasanya obat pilihan untuk pasien infeksi dan pada resiko terjadi TB. Komoterafi INH dan rifampicin jangan pernah terlewat (selama 9 bulan) dianggap pengobatan cukup untu TB paru, Etambutol harus diberian bila sistem syaraf pusat untuk tak terkontaminasi, diseminata terjadi/ bila dicurigai resisten



















DAFTAR PUSTAKA


Doengoes,  Marilyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.



Irman Somantri, S,Kp. M. Kep.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta: Buana Ilmu Populer

Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Tarwoto W. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika

1 komentar: