A. Pengertian
Appendiksitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi
pada appendiks yang merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering
terjadi.
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila
tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan
shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks (
Anonim, Apendisitis, 2007)
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits
verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Brunner & Suddart, 1997)
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya
kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal
(Smeltzer, Suzanne, C., 2001).
B. Anatomi dan fisiologi
Saluran pencernaan
berfungsi sebagai penerima makanan dan mempersiapkan untuk diasimilasi oleh
tubuh . Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, faring, oesofagus, lambung, dan
usus halus yang terdiri dari duedonum, yeyunum dan ileum, usus besar : seikum,
appendiks, colon desenden , colon tranversum, colon sigmoid, rectum, anus .
1.
Anatomi
Apendiks
Merupakan organ
berbentuk tabing , panjang kurang lebih 10 cm dan berpangkal diseikum lumennya
sempit dibagian proximal dan melebar dibagian distal apendiks dilapisi oleh
lapisan sub mukosa yang mengandung banyak jaringan limfe .
Apendiks
diperdarahi oleh arteri apendikular . Pada posisinya yang normal apendiks
terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney.
2.
Fisiologi
Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml perhari lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke seikum. Hambatan aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
Immunoglobulin
sekreator yang dihasilkan oleh GALT ( Gut Associated Lymphoid Tissue ) yang
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks , ialah IgA
immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran
cerna dan seluruh tubuh.
C. Etiologi
Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh
obstruksi atau penyumbatan akibat :
- Hiperplasia dari folikel limfoid
- Adanya fekalit dalam lumen appendiks
- Tumor appendiks
- Adanya benda asing seperti cacing askariasis
- Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan
makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan
appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga
timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora
pada kolon.
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi
bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen
apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (
fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing
dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan
obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.
(Irga, 2007)
D. Pathofisiologi
Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi
appendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut
appendiksitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak
dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut appendiksitis
ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut
appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks
lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengandaya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada
orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
E. Tanda
dan Gejala
Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah dan biasanya
disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan
lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin
akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan
dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan
bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan
pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran
bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi klien memburuk.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di
semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu
berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu
pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
F. Komplikasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks, yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105
sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu
37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.
G. Pemeriksaan
Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas
anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang
penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa
waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral.
Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan
lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan,
di perut terasa nyeri.
1. Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika
sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling
terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi
juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti
ada tumor di titik Mc. Burney.
2. Test rektal.
Pada
pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada
daerah prolitotomi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit
meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi
lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap
darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting
untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4. Pemeriksaan radiologi
Pada
foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali
bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai
berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan.
Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara
bebas dalam diafragma.
H. Penatalaksanaan
Medik
Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah
operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang
tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut
kanan bawah.
- Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan
- Tindakan operatif ; appendiktomi
- Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
I.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit
ini dapat menyerang semua jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan, dan
semua umur tetapi yang tersering menyerang laki – laki berumur antara 10 sampai
30 tahun.
b.
Keluhan Utama
Nyeri
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri
pada perut kanan bawah, nyeri seperti teriris, kualitas nyeri intermitten.
d. Riwayat
Penyakit Dahulu
Cadangan
karsinoma dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya apendiksitis, klien
menderita hipertensi ataupun militus dapat mengalami keterlambatan penyembuhan
luka post apendiktomy.
e. Riwayat
Penyakit Keluarga
Apakah
klien mempunyai penyakit diabetes militus dan hipertensi.
2. Pemeriksaan
Fisik
a. Sirkulasi : adanya takikardi (Nadi
> 100 x/menit)
b. Filminasi : konstipasi radang diare,
perut kembung, bising usus berkurang/ tidak ada, distansi abdomen, nyeri tekan
kekakuan.
c. Nutrisi : mual muntah
d. Kenyamanan : nyeri didaerah abdomen,
epigastrion dan umbilikalis.
e. Panas : panas
f. Pernafasan : tacypnea, pernafasan
dangkal.
3. Diagnosa
Keperawatan yang Mungkin Terjadi
a. Nyeri berhubungan dengan faktor
pembedahan.
b. Resiko terjadi infeksi berhubungan
dengan faktor pembedahan.
c. Kurang perawatan diri yang
berhubungan dengan faktor keterbatasan mobilitas skunder terhadap pembedahan.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pemasukan cairan, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal
seperti nel kateter dan lain – lain.
4. Intervensi
Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan I
Tujuan
: Nyeri berkurang/ hilang
Kriteria
hasil : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, tampak rileks, mampu tidur/
istirahat dengan tepat.
Intervensi
:
1) Pantau : tensi, nadi dan pernafasan
setiap 4 jam, intensitas nyeri, tingkat kesadaran.
R/
Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2) Berikan obat analgesik
R/
Klien yang dapat menilai intensitas nyeri, sebab nyeri adalah pengalaman yang
subjektif. Analgesik yang kuat diperlukan untuk nyeri lebih hebat.
3) Bantu klien untuk mengambil posisi
yang nyaman.
R/
Mengurangi penekanan dan mencegah otot – otot tegang, membantu menurunkan rasa
tidak nyaman.
4) Berikan istirahat sampai nyeri
hilang.
R/
Istirahat memerlukan pengeluaran energi, vasokonstriksi perifer terjadi nyeri
yang hebat.
5) Jika diresepkan analgesik IV,
aturlah analgesik secara rutin selama 24 jam pertama, tidak menunggu pasien
memintanya.
R/
Mempertahankan kadar gula darah yang konsisten dari analgesik merupakan
pengendali yang baik.
b. Diagnosa Perawatan 2
Tujuan
: Infeksi dapat dicegah
Kriteria
Hasil : Meningkatkan penyembuh luka dengan benar, bebas tanpa infeksi.
Intervensi
:
1) Pantau : suhu badan tiap 4 jam,
keadaan luka ketika melakukan perawatan luka. Hasil laporan JDL terutama jumlah
leukosit (SDP).
R/
Mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2) Jika suhu meningkat hingga 368
C selama 48 jam, mulailah memperhatikan paru – paru tiap jam dan menambah
intake cairan melalui mulut, jika tidak ada kontra indikasi, beritahu dokter
jika suhu diatas 368 C.
R/
Suhu diatas normal dalam waktu 8 jam pertama mengidentifikasi atelektasis, oleh
karenanya setiap hari ke-5 pasca operasi meningkatkan infeksi luka atau infeksi
lain.
3) Ganti verban sesuai aturan dengan
menggunakan teknik aseptik.
R/
Verban yang lembab merupakan media klultur untuk pertumbuhan bakteri dengan
mengikuti teknik aseptik akan mengurangi resiko kontaminasi.
4) Berikan antiseptik yang ditentukan
jika terdapat demam.
R/
Antiseptik memperbaiki termotik dalam otak untuk mengatasi semua.
c. Diagnosa Keperawatan 3
Tujuan
: Klien dapat melakukan personal hygiene.
Kriteria
hasil : Mampu melaksanakan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Intervensi
:
1) Tentukan aktivitas bantuan yang
diperlukan, berikan bantuan dengan aktivitas kerja sehari – hari sesuai
keperluan membiarkan klien sebanyak mungkin untuk dirinya.
R/
Mendorong kemandirian klien untuk melaksanakan aktivitas.
2) Berikan waktu yang cukup bagi klien
utnuk melaksanakan aktivitas..
R/
Membebani klien dengan aktivitas menyebabkan frustasi.
3) Menaruh bel ditempat yang mudah
dijangkau.
R/
Memberikan rasa nyaman pada waktu klien membutuhkan petugas.
d. Diagnosa Keperawatan 4
Tujuan
: Volume cairan seimbang
Kriteria
hasil : Mendemonstrasi keseimbangan cairan adekuat ditunjukkan dengan adanya
tanda – tanda vital stabil.
Intervensi
:
1) Ukur dan catat pengeluaran dan
masukan (termasuk pengeluaran dan masukan, termasuk pengeluaran
gastrointestinal kaji ulang catatan intra koperasi).
R/
Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan
/ kebutuhan penggantian dan pilihan – pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2) Kaji pengeluaran uvinaris, terutama
untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan..
R/
Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah prosedur pada
sistem genitovinarius dan atau struktur yang berdekatan.
3) Pantau tanda – tanda vital
R/
Hipotensi, tachicardi, peningkatan pernafasan, mengindikasikan, kekurangan
cairan.
4) Kolaborasi
R/
gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan, catat waktu penggantian
volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misal ketidak
seimbangan elektrolit, dehidrasi, pingsan, kardiovaskuler.
5) Pasang kateter uvinarius dengan atau
uvimeter sesuai kebutuhan.
R/
Memberikan mekanisme untuk memantau pengeluaran vinarius secara akurat.
6) Berikan kembali pemasukan oval
secara berangsur – angsur sesuai petunjuk.
R/
Pemasukan oval tergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA
Bruner
dan Suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, EGC, Jakarta.
Carpenito,LJ,
1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan Diagnosa Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif, EGC, Jakarta.
Cecily
L.Betz & Linda A. Sowden, 2001, Buku saku Keperawatan Pediatri, EGC,
Jakarta.
Markum.
A.H.1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta.
McCloskey
J.C, Bulechek G.M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby, St.
Louis.
Nanda,
2001, Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2001-2002,
Philadelphia.
Potter
& Perry, 1999, Fundamental of Nursing ke Depan, EGC, Jakarta.
Price
& Wilson,1995, Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,
Jakarta
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan Suddarth. EGC;
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar